Semua berawal dari sebuah
mimpi dan keinginan yang kuat. Kutulis satu persatu mimpiku dalam selembar
kertas. Kutempelkan kertas itu di atas dinding meja belajarku, puluhan mimpi ku
tulis tanpa menghiraukan akan terwujud atau tidak. Satu demi satu targetku
tercoret dan menandakan targetku sudahlah tercapai. Mimpi terbesarku setelah
lulus SMA adalah kuliah dengan beasiswa. Aku ingin meringankan beban
orangtuaku. Sudah lumayan besar beban mereka untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari. “jika ditambah dengan membiayai kuliahku sungguh tak mungkin bisa”
pikirku. Memang begitu adanya. Itulah motivasi terbesarku kenapa aku ingin
kuliah dengan beasiswa. Aku sangat mengetahui bagaimana kondisi keungan
keluargaku yang sungguh tidak memungkinkan untuk membiayai kuliahku. Semangat
untuk belajar menjadi peganganku untuk meraih mimpi.
Aku lahir dari keluarga
yang kurang berkecukupan, Bapakku tidak bekerja, karena keterbatasan fisiknya.
Sejak lahir Bapak memilik fisik yang tidak sempurna seperti kebanyakan orang
normal, walaupun begitu aku tak pernah malu memiliki Bapak seperti beliau,
bahkan aku merasa bangga di tengah keterbatasan fisiknya, beliau tidak pernah
menjadi pengemis ataupun peminta-minta. Berbekal ilmu yang di dapatnya ketika masih di pesantren Bapak di amanahkan
untuk mengisi pengajian di berbagai tempat atau lebih tepatnya disebut sebagai
Mubaligh. Alhamdulilah dengan ilmu itulah bapak menjadi seseorang yang disegani
dan tidak di pandang sebelah mata. Hasil infaq sukarela dari hasil mengisi
pengajian tersebut, bapak bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Kalau ibuku adalah
seorang ibu rumah tangga dan bekerja sebagai buruh yaitu mensortir sisa-sisa hasil
produksi limbah pabrik seperti kain atau benang, itupun hanya cukup untuk biaya
makan sehari-hari. Bisa dibayangkan betapa sulitnya ekonomi keluargaku. Ya
begitulah adanya, dengan penghasilan yang tak menentu harus bisa mengelolanya
dengan baik. Alhamdulilah orangtuaku adalah orang yang pandai bersyukur atas
nikmat yang Allah berikan. Mereka tidak pernah mengeluh sedikit pun.
Perjalananku untuk
mendapatkan pendidikan tidaklah mudah, Saat SD aku sudah di didik untuk mandiri
karena keadaan keluargaku yang tidak mungkin memanjakanku seperti anak oranglain.
Setelah.menempuh pendidikan dasar selama 6 tahun, aku dinyatakan lulus dengan
hasil yang memuaskan. Jujur aku sangat senang sekali, semua guru memberikan
ucapan selamat. “selamat ida, teruskanlah
pendidikanmu sampai ke jenjang yang lebih tinggi lagi, semoga sukses” Ya
kalimat itulah yang diucapkan Kepala Sekola dan para dewan guru.
Setelah lulus SD, aku melanjutkan sekolahku ke
tingkat yang lebih tinggi yaitu SMP, ekonomi keluarga mulai sulit, ibuku
berhenti berkerja karena tempat ibu bekerja mengalami kebangkrutan. Akhirnya
Bapak mencari nafkah sendirian. Hampir pada saat itu aku harus berhenti sekolah
karena keterbatasan biaya. Beruntunglah pada waktu itu ada Program Pemerintah
yang mengratiskan sekolah sampai tingkat SMP, jadi aku masih bisa bersekolah
meskipun dari kalangan tidak mampu. Untuk pergi ke sekolah yang ada di
perkampungan desa, aku harus berjalan kaki sejauh 4 KM, maka tidak ada pilihan
selain melewati sawah dan menyusuri rel kereta api setiap hari. Perjuangan yang
cukup melelahkan untuk meraih cita-cita. Meskipun demikian aku tak pernah
mengeluh tentang keadaan tersebut. Aku berkeyakinan dengan terus menempuh
pendidikan aku bisa sukses. Selama bersekolah aku belajar dengan rajin dan
penuh semangat, dan untuk pertama kalinya aku terjun ke dunia organisasi yaitu
OSIS dan mengikuti berbagai ekstrakulikuler seperti Pramuka dan PMR.
Tiga tahun berlalu, setelah lulus dari SMP pikiranku mulai galau kembali, di satu sisi aku ingin sekali melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi lagi, tetapi di sisi lain ekonomi keluarga sudah tidak mendukung. Namun, aku mulai memberanikan diri untuk berbicara tentang kelanjutan sekolahku. Berkenaan dengan melanjutkan pendidikan Bapak tidak banyak bicara. Beliau diam ketika aku mengutarakan keinginanku untuk melanjutkan sekolah. Sejenak bapak diam dan berkata “Nak, Bapak mendukungmu untuk melanjutkan pendidikan, tetapi kamu juga harus tau, kita orang biasa untuk makan saja susah, sudahlah kamu ikut kerja saja sama kakakmu ke pabrik, sekolah sampai SMP pun sudah cukup.” Mendengar perkataan tersebut, separuh hatiku hancur, betapa tidak perjuangan selama 9 tahun apakah akan sirna selama 1 detik ucapan Bapak.
Melihat anaknya yang
larut dalam kesedihan, akhirnya Bapak mengusahakan agar aku tetap lanjut ke
sekolah yang lebih tinggi lagi. “Nak,
Bapak sudah berbicara dengan teman Bapak, beliau mempunyai sekolah sekaligus
ketua yayasan disana. kamu bisa ikut sekolah disana secara gratis, kamu bisa
tinggal bersama beliau, selagi pembangunan pondok pesantren belum selesai.” Betapa
senangnya setelah mendengar kabar tersebut, semangatku mulai bangkit kembali. Tak
mengapa jika aku harus jauh dari keluargaku yang paling penting kenginanku
untuk bersekolah bisa tercapai.
Dengan niat yang kuat
serta dukungan dari kedua orangtua akhirnya aku berangkat ke tempat teman Bapak
namanya Pak Haji Urip, beliau sangat ramah sekali. Bapak menitipkanku kepada
beliau. Akhirnya Aku resmi diterima sebagai siswa di Madrasah Aliyah AL- IRFAN
Tanjungsari dan mengambil jurusan IPA. Berhubung sekolahnya masih baru dan
hanya membuka satu jurusan, jadi aku tak bisa memilih jurusan sesuai minatku.
Tetapi tak mengapa sudah bisa bersekolah pun sudah bersyukur. Di awal masuk
sekolah aku mulai beradaptasi dengan kondisi lingkungan sekolah tersebut. Aku
mulai aktif beroganisasi dan masuk menjadi pengurus OSIS, tak sampai disitu aku
juga aktif di kegiatan ekstrakulikuler Pramuka. Kegiatan lain yang paling
berkesan ialah mewakili sekolah mengikuti perkemahan Pramuka tingkat Cabang
2012, waktu itu aku dan teman-teman berhasil menjuarai lomba LKBB tingkat
Nasional dan mendapat peringkat ke 2. Selain itu aku juga mengikuti kegiatan
drum band dan selalu tampil ketika acara memperingati hari kemerdekaan Republik
Indonesia di tingkat kecamatan.
Aku begitu ingat mimpiku
semasa SMA adalah mempertahankan peringkat pararel tiap semester. Aku harus
mengatakan “BISA” untuk mimpiku ini. Sungguh sulit untuk mempertahankannya.
Memang benar mempertahankan sesuatu itu jauh lebih sulit dari pada meraih
sesuatu yang belum pernah kita capai. Aku sudah membuktikan hal itu. Alhamdulilah
mimpi itu tercapai hingga akupun lulus dari SMA. Dari semester 1-6 aku selalu
menduduki peringkat pararel dari satu kelas. Tiap kali penerimaan Rapot aku
selalu berdoa agar mimpiku tercapai. Jujur, walaupun aku dinilai sedikit
memiliki kemampuan dari pada teman-temanku yang lain.
Selayaknya siswa kelas
XII di SMA, topik yang paling hangat di bicarakan adalah tentang kuliah, aku
adalah salah satu siswa yang merasa tidak nyaman jika dirundung dengan pertanyaan
ini, “daa, kamu mau kuliah dimana?” Kalau
ditanya seperti itu, aku hanya menjawabnya dengan senyuman, biarkan takdir hidupku
yang menjawabnya dan nantikan jawabannya setelah lulus. Mulutku bisa berkata
seperti itu, namun sungguh batinku tersiksa, “aku ingin kuliah, aku ingin kuliah kawan, seperti kalian”.Untuk sebagian
teman, kuliah di perguruan tinggi
negerti itu hal biasa, bahkan untuk kuliah di perguruan tinggi swasta pun bukan
menjadi persoalan karena orangtua mereka memiliki kelapangan dalam hal
finansial. Namun bagiku, anak dari seorang buruh yang tidak jelas
penghasilannya, bukanlah hal mudah untuk menjawab pertanyaan semacam itu. Selama
masa-masa itu aku hanya berani menyebut keinginanku untuk kuliah itu dalam do’a
disetiap aku sholat, hanya berani mengadukan kegundahan hati saat itu pada yang
Maha Pemberi Rezeki, pada Allah SWT.
Saat waktu untuk kuliah
semakin dekat banyak sekali mahasiswa yang mengunjungi sekolahku untuk bersosialisai
tentang perguruan tinggi mereka. Mereka sangat antusias memperkenalkan Universitas
mereka. Mulai dari prestasinya, beasiswanya, fasilitasnya, dan lain-lain. Saat
itu ada sosialiasi dari Mahasiswa UNPAD yang menceritakan tentang Beasiswa dari
pemerintah yaitu Beasiswa Bidikmisi, dimana beasiswa tersebut diperuntukan
untuk siswa yang kurang mampu dalam segi finansial akan tetapi berprestasi baik
dibidang akademik maupun non akademik. Beasiswa tersebut membiayai kita sampai
lulus plus di tambah dengan pemberian uang saku senilai Rp. 600.000/ bulan. Rasa
tak percaya pun mengelilingi kepalaku. Sungguh aku baru mendengar beasiswa
tersebut, dalam benakku bertanya-tanya “apakah
aku bisa mendapatkannya?”. Pokoknya aku bingung apa yang harus aku katakan,
yang jelas “aku ingin sekali mendapatkan
beasiswa itu entah bagiamana caranya yang penting bisa kuliah tanpa memberatkan
orangtua”.
Setelah mendapatkan
informasi tentang Beasiswa, aku memutuaskan untuk memberanikan diri
menyampaikan hal ini pada Bapak dan Ibu. Seperti biasa, sehabis sholat maghrib
berjama’ah, kami sekeluarga tadarus bersama, dan ketika sudah selesai biasanya
kami selalu mengobrol santai. Dan inilah kesempatan yang paling kondusif bagi
kami untuk membahas banyak hal, misalnya tentang sekolah, masalah keluarga, dan
hal-hal lain. Ya, inilah saat yang tepat untuk membicarakan masalah kuliah. Aku
memberanikan diri, dengan mengucapkan bismillah dalam hati, aku mulai
percakapan malam itu, “Bapa, Ibu, ida
atos kelas 3 SMA, ida hoyong neraskeun kuliah Pak, bu, manawi saur bapa sareng
ibu, pami ida diteraskeun kuliah, tiasa henteu?.” Begitulah ungkapanku
dalam bahasa sunda. Setelah mengucapkan kalimat itu, aku menatap wajah Bapak
dan ibuku lekat-lekat, ekspresi ibu waktu itu hanya diam dan melanjutkan
makannya, namun Bapak beliau terdiam dan terhenti dari makannya. Melihat
tanggapan Bapak seperti itu, perasaanku mulai tak enak, jantung berdebar
kencang, takut menanti kata-kata apa yang akan bapak lontarkan terkait hal ini.
Akhirnya bapak menjawab, “Neng bapak
henteu ngaulahkeun neng kanggo kuliah, tapi biaya kuliah teh mahal, bilih henteu
kabiayaan ku bapak, kumaha pami kuliah neng mogok di tengah jalan?.” Setelah
aku mencoba menjelaskan bahwa ada beasiswa bidikmisi, akhirnya orangtua
mendukung untuk mendaftar beasiswa tersebut.
Ku bulatkan tekadku dan
kutanamkan rasa percaya diri bahwa aku bisa. Aku menemui Pak Abdul Staf TU di
sekolahku yang bertugas dalam mengurus pendaftaran siswa yang akan melanjutkan
ke PTN, aku mendaftakan diri melalui jalur SNMPTN + Bidikmisi. Namun setelah
menunggu beberapa hari takdir berkata lain, Hari itu, harapan untuk meringankan
beban orangtua terasa menghilang menjadi angan-angan yang tak sampai. Pak Abdul
memberitahukan bahwa sekolah kita tidak bisa mendaftar beasiswa bidikmisi,
karena user id nya tidak diberikan. Mungkin karena sekolahnya masih baru dan
baru mengeluarkan 1 angkatan, minimal sudah ada 2 angkatan yang keluar untuk
mendaftarkan sekolah kita ke dikti kita bisa mencobanya lagi tahun depan.
Betapa sedihnya aku saat itu, hingga aku tidak mampu mengontrol kata-kata yang
keluar dari mulutku.
Memang menyedihkan, di
saat teman-temanku dari sekolah lain bisa lanjut kuliah, aku malah harus
berhenti dan mengubur semua impianku, karena memang tidak ada pilihan lagi
selain pilihan itu. sejak saat itulah aku memutuskan untuk bekerja dan mencari
uang untuk membantu perekonomian keluargaku. Aku mulai aktif mencari lowongan
pekerjaan, dan memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di sebuah perusahaan
Tekstill. Namun lamaran ku di tolak, perusahaan tersebut hanya membutuhkan
karyawan yang bisa menjahit, sedangkan aku tidak mempunyai keahlian untuk itu. Dalam hati kumerintih, “Ya Rabb, cobaan apa lagi ini, kau uji aku
dengan tantangan lagi” kembali ke prinsip awal, bahwa semuanya adalah
bagian dari skenario Allah yang ingin melihatku melewati setiap prosesnya
dengan baik.
Akhirnya aku pulang ke
rumah dengan rasa sedih, bingung, dan kecewa, itulah yang pada saat itu aku
rasakan. Kuliah tak jadi dan mendapat pekerjaan pun sulit. Masih di hari yang
sama, Allah memberi jawaban terhadap kesedihanku. Di sore harinya aku mendapat SMS dari teman SMP ku dulu. Dia
mengabarkan bahwa dia akan mendaftar kuliah dengan beasiswa di Universitas
Terbuka, dia juga menjelaskan bukan biaya kuliah saja yang gratis bahkan kita
akan mendapatkan uang saku nantinya, dia pun menyuruhku untuk mencoba mendaftar.
Sejenak rasa penasaran pun mengelilingi pikiran ku, tanpa berpikir panjang aku
pergi ke warnet dan langsung mencari informasi tentang Universitas Terbuka.
Kemudian aku membaca tentang sejarah UT, Visi dan Misi serta sistem
pembelajaranya. Barulah aku tau kalau UT itu adalah perguruan tinggi negeri ke
45 di Indonesia. Tak sampai disitu aku mencari informasi tujuanku yaitu
beasiswa, dan ternyata benar UPBJJ-UT Bandung membuka pendaftaran beasiswa
bidikmisi, tetapi jurusannya sudah di tentukan dari pusatnya dan hanya membuka 2
jurusan yaitu jurusan Biologi dan Akuntansi. Betapa terkejutnya ketika melihat tanggal
pendaftarannya tinggal 2 hari lagi.
Diawali dengan bismillah
dan tekad yang kuat aku memberanikan diri untuk mendaftar beasiswa tersebut. Aku
segera mengisi formulir pendaftarannya dan menyiapkan segala berkas-berkas
pendukungnya. Setelah semua persyaratannya lengkap aku berangkat ke UPBJJ-UT
Bandung, dengan didamping oleh Pak Abdul Staff TU di sekolahku. Kemudian aku pun
menyerahkan segala persyaratannya ke bagian informasi. Dan bagian informasi
mengatakan apabila dalam tahap seleksi administrasi lolos akan diberitahukan kembali.
Setelah beberapa hari
aku menunggu pengumuman selanjutnya dari pihak UT, akhirnya pemberitahuan itu datang,
aku dinyatakan lolos dalam seleksi pemberkasan tahap 1, kemudian aku di undang lagi
untuk datang ke UPBJJ-Bandung untuk mengikuti proses seleksi tahap 2 yaitu sesi
interview. Ketika aku datang untuk interview betapa terkejutnya melihat calon
mahasiswa yang cukup banyak, tetapi hanya 100 orang saja yang akan di terima.
Meskipun koutanya sedikit tak menyurutkan langkahku untuk tetap optimis dan
percaya diri untuk mengikuti tahap demi tahap proses seleksinya. Resah dan
gelisah menunggu pengumuman akhirnya aku
mendapatkan pesan singkat.
Selamat
siang,
Yth. Ida syahidah / MA AL-IRFAN
Tanjungsari
Rektor Universitas Terbuka dengan ini
menyatakan selamat dan sukses, anda terpilih sebagai salah satu Penerima
Beasiswa Bidikmisi Universitas Terbuka Wilayah Bandung, Mohon kesediaannya
untuk datang ke UPBJJ-Bandung untuk penandatangan kontrak kuliah.
Bandung,
Juli 2013
a.n Rektor
kepala UPBJJ-UT Bandung
Dra.
Dina Thaib, M.Ed
Pesan tersebut langsung
ku sampaikan pada Bapak dan Ibu, mereka senang sekali. Air mata bercucuran
membasahi pipi. Beberapa hari kemudian saya mendapatkan pengumuman resmi dari
UT, isi pengumuman tersebut menyatakan bahwa saya di terima di Prodi Biologi.
Sekarang tak terasa aku sudah menginjak
di semester 8 dan sedang menunggu pengumuman Yudisium. Dengan jurusan yang sama
sekali tidak aku sangka dan terbersit, namun inilah takdir disini aku mengenal
banyak orang yang baik hati. Sahabat-sahabat yang baik. Untuk Bapak terimakasih
atas semua perjuangannya sehingga aku bisa kuliah seperti sekarang ini, dan
untuk Ibuku terimakasih telah mempercayai aku untuk mewujudkan mimpi kecil
menjadi mahasiswa namun ini bukan akhir perjuangan, masih banyak perjuangan
untuk meraih cita-cita nanti.
Kisah
ini mungkin sederhana aku bukanlah mahasiswa yang cumlaude IPK 4.00 aku hanya
seorang anak yang pernah mempunyai sejuta mimpi, aku yang dulu bermimpi untuk kuliah
pun takut kini sedikit demi sedikit mulai meniti masa depan. Jangan salahkan
Bapak dan Ibumu ketika dalam ketidakmampuan, tetapi salahkanlah dirimu ketika
masih tidak mampu dalam memperjuangkan mimpimu. Yakinlah ketika kita punya mimpi jangan pernah menyerah
berusahalah dan selalu libatkan Allah dalam setiap mimpi kita. Terus berjuang,
Tetap semangat. Terima kasih Bidikmisi terima kasih Universitas Terbuka.
***